Touring di Maros


Sulawesi Tour #2 : Maros

Kalau Toraja pasti kalian sudah tidak asing, tapi selama perjalanan pulangku dari Toraja ke Makassar, ada sebuah tempat yang menurutku benar-benar tidak kalah indah.


Namanya Maros, kota yang tidak jauh jaraknya dari Makassar. Di kota Maros ini dikelilingi banyak pegunungan tinggi lebih ke bukit sih sebetulnya. Cuma pemandangan seperti ini buatku itu langka dan bisa dibilang aku tidak pernah lihat perbukitan semacam ini.

Tempat wisata pertama yang kubahas adalah Leang Londrong. Terletak tidak jauh dari kota Maros. Tepatnya, di Kaba, Kecamatan Minasatene.

Dibandingkan tempat wisata lain, tempat wisata Leang Londrong ini begitu asri. Isinya adalah jalan setapak ditengah perbukitan dengan danau, sungai dan rawa-rawa. Ada pula gua, tanaman purba, padang rumput dan juga hewan seperti sapi yang dibiarkan bebas.

Jalan setapak ini mengarah ke sebuah sungai besar yang bersumber dari gua. Entah mengapa, buatku ini sedikit terkesan misterius. Apalagi dengan cerita Ibu penjual jagung bakar soal Hua itu ternyata panjang dan tidak diketahui ujungnya.

Tempat wisata ini seperti Jurassic Park, terkesan liar dan bebas berasa seperti sedang berpetualang. Walaupun ada beberapa sudut dengan sampah plastik, tempat wisata ini bisa dibilang cukup bersih. Daya tariknya jelas pemandangan alamnya yang indah.

Selanjutnya, ada tempat wisata yang sedikit tersembunyi. Tempat ini berisi puluhan batu karst yang berjejer. Alamatnya di jalan Poros Barru, Makassar, Salenrang, Bantoa yang tidak jauh dari Maros. Dari papan tertulis kalau bebatuan di sini alami dan jumlahnya terbanyak di Indonesia.

Tidak jauh dari sini, terdapat sebuah tempat wisata lainnya yang merupakan tempat wisata favoritku! Letaknya masih disekitar gugusan batu karat tersebut. Nama wisatanya, Kampong Rammang-Rammang.


Berbeda dengan dua wisata di atas yang harga tiket masuknya murah sekali (untuk yang batu karst malahan gratis) tempat wisata ini memerlukan biaya karena untuk membayar transportasi sampannya.

Kampong Rammang-Rammang adalah sebuah tempat wisata unik berupa pedesaan yang dikelilingi dengan sungai. Jadi, transportasi antar desa menggunakan sampan kecil. Nah, oke nya lagi, sepanjang perjalanan menaiki sampan, akan disuguhkan dengan pemandangan indah berupa bebatuan karst, bukit, tanaman purba dan juga air sungai yang jernih.

Pertama-tama kami mengunjungi gerbang/pelabuhan 3, membayar sebesar 50.000 perorang (belum termasuk tourguide) lalu kami langsung diantar ke Kampong Berua. 

Berikut Informasi yang aku dapat dari papan penunjuk.

"Ribuan tahun yang lalu kampung Berua adalah sebuah danau besar di tengah perbukitan karst, yang karna proses yang terjadi selama ribuan tahun menjadikan tempat ini memiliki magnetnya tersendiri, bukti-bukti proses itu kini bisa dilihat dari retakan-retakan dinding-dinding bukit karst yang menjulang dan cekungan batuan di sisi bukit-bukit yang membentuk aliran se- bagai gerbang kampung Berua. Kampung Berua berarti "Kampung Baru" karna secara administratif kam- pung ini adalah kampung termuda yang ada di Dusun Rammang-Rammang dengan segala ke- arifan dan budaya lokal yang masih terjaga, Kampung berua adalah ikon Geowisata Kam- Karst Rammang-Rammang Salenrang."

Di Kampung Berua ini tidak hanya terdapat bebatuan Karst dan perairan saja, namun juga sapi, perbukitan, dan pemandangan alamnya yang masih asri. Oh ya di sini juga terdapat sebuah warung minuman yang juga menjual es kelapa muda.

Dari sini, kami berjalan ke atas menuju padang Ammarung, penjelasan di papannya begini,

"Sebuah padang batu dengan sejarah panjang, meninggalkan benteng-benteng geologi yang unik, susunan-susunan batu. yang dilukis oleh air dengan mata air yang membelah, dari atas padang ammarung akan nampak landscape kampung berua secara menyeluruh di bawah kaki tebing-tebing karst yang perkasa. Nama Padang Ammarung sendiri diambil dari gemuruh air yang membelah padang ammarung di musim penghujan, " Ammarung: berbunyi" menurut cerita rakyat beberapa tahun silam gemuruh air ini sendiri menerjang dari cialam batu karsit bahkan celah yang membelah 17 sungai-sungai kecil peninggalan jaman Belanda."

Dari sini kami menuju bebatuan karsit sebelum kembali ke titik awal.

Sedikit berbagi kisah perjalanan di daerah Maros memang menyenangkan. Nanti aku akan share cerita lain di tempat yang ku kunjungi!

Share:

Posting Komentar

Designed by OddThemes | Distributed by Blogger Themes